Senin, 10 September 2007

Syariat Islam Penghalang Hiburan
1 September, 2007
by SAMAN UI



Oleh : Aulia Fitri | Ketua Umum Silaturrahmi Mahasiswa Nanggroe Aceh Darussalam Universitas Indonesia (SAMAN UI) Periode 2006/2007, Universitas Indonesia – Depok.

Syariat Islam dan hiburan yang baru-baru belakangan ini menjadi ironi tersendiri dalam masyarakat Serambi Mekkah. Berbagai media baik cetak dan elektronik sempat mengangkat berita atas pembatalannya konser group band papas atas dalam belantika musik Indonesia yakni Nidji di Banda Aceh beberapa minggu yang lalu. Kejadian yang sudah cukup sekian kali terjadi ini, menjadi opini dan buah mulut dalam masyarakat Banda Aceh atas tidak terlaksana acara konser tersebut secara penuh. Banyak dari penonton pada acara konser Nidji yang kecewa saat mengetahui konser tersebut dibatalkan maupun berbagai pihak lainnya, yang menganggap Syariat Islam penghalang untuk menikmati hiburan.

Mencoba melihat kebiasaan yang ada di masyarakat Aceh setelah diberlakukannya Syariat Islam pertama di Indonesia, dari berbagai sudut pandang sebagain kecil memang sudah begitu terlaksana dan diterapkan. Apakah sisi-sisi lainnya masih tetap seperti semula sebelum adanya penerapan syariat Islam?. Hal ini masih menjadi pertimbangan semua kalangan yang menurut masyarakat Aceh sendiri Syariat Islam masih baru terlaksana hanya untuk batas-batas tertentu saja, ya seperti contoh kecil menutup aurat (jilbab), pakaian ketat, khalwat (mesum), dan contoh-contoh lainnya yang dianggap sepele. Namun, untuk masalah-masalah seperti korupsi para pejabat, perampokan yang ada, dan lain sebagainya masih sangat minim dalam penerapan aplikatifnya. Dengan istilah menyentil dari pandangan masyarakat “orang kecil yang nyuri ditanggap plus dicambuk di depan khalayak ramai, toh yang besar-besar korupsi berjuta-juta sampai ber M-M malah hidup enak”. Mungkin itu sebagian besar dari pendapat yang bisa kita temukan dalam masyarakat Aceh setelah adanya penerapan Syariat Islam.

Lalu apa yang dilakukan oleh pihak khususnya Dinas Syariat Islam dalam menangani berbagai pandangan ini, sebenarnya sangat simpel bila kita lihat dari segi peraturan yang berlaku. Yakni Dinas Syariat Islam melaksanakan atau melakukan penerapan sesuai dengan Qanun berlaku yang telah dibuat sedemikian rupa yang secara khusus menerangkan hal-hal dan perkara yang ada dan dilaksanakan secara Islami atau syar’i demi terbentuknya masyarakat Islam yang kaffah, walaupun penerapannya dilapangan masih tersendat-sendat. Hal-hal yang menyangkut sebagai pelaku atau penggerak (WH) dalam Syariat Islam ini pun tidak begitu familiar dengan masyarakat Aceh sendiri. Karena berbagai kasus yang ada di masyarakat tidak sedikit polisi syariat yang dikenal Wilayatul Hisbah (WH) itu sendiri menjadi sasaran objek yang melakukan pelanggaran, sehingga sempat timbul sebuah seruan yang mana dari masyarakat sendiri untuk mengangkat polisi syariat atau WH tersebut harus orang-orang yang sudah berkeluarga sehingga pelanggaran yang dilakukan seperti mesum terjauhi.

Memang hal-hal seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa menggambarkan bagaimana penerapan syariat Islam itu tersendiri bisa terlaksana dengan baik, toh orang-orang yang menerapkannya sendiri masih melanggar. Kembali lagi apa yang menjadi inti dari topik ini yaitu Syariat Islam penghalang untuk sarana hiburan. Ada sebuah kata yang terlontar dari seorang cewek yang gagal untuk menyaksikan konser Nidji tanggal 25 – 26 Agustus yang lalu seperti yang penulis kutip pada portal hinamagazine.com “Capeek deh!!!…Cuma gara-gara Syariat Islam kita ngak bisa lagi nonton konser di Aceh”.

Dari sisi ini penulis melihat bahwa formalitas dari sebuah acara yang bersifat hiburan rata-rata yang menjadi audien di Aceh secara umum adalah para remaja dan anak muda-mudi. Secara khusus yang bisa terlihat saat-saat ini untuk skala pelanggaran kecil menyangkut penerapan syariat Islam tidak lain adalah kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa. Disini kita mencoba membatasi untuk melihat lingkup para oknum yang sering terlibat, bukannya tidak melihat mereka-mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran besar seperti kasus-kasus korupsi, pencurian, perampokan dan sebagainya. Namun ini semata sebagai fokus untuk bersama-sama bisa kita lakukan perubahan setidaknya dari diri pribadi maupun masyarakat sekitar. Dari kalimat nada kecewa diatas, sangat terlihat bahwa antusiasme para penonton untuk menikmati hiburan lebur begitu saja setelah mengetahui bahwa gara-gara Syariat Islam, keinginannya tidak kecapaian.

Dari berita yang kita dapat memang banyak berbagai protes keras keluar dari sejumlah ormas Islam yang ada di Aceh yang mendesak untuk menghentikan proses konser yang bertemakan “One Nation Concern” tersebut yang dilaksanakan oleh pihak Bunga Even Management. Disini memang sangat terlihat peran dari Majelis Permusyawaratan Ulama khususnya di Banda Aceh, yang terpaksa mencabut surat izin rekomendasi yang dianggap bisa menimbulkan pelanggaran syariah bila acara konser ini berlanjut. Dan sangat disayangkan pula pihak panitia pelaksana sebenarnya telah banyak juga menyalahi aturan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan acara konser tersebut mulai dari kontrak hingga sampai biaya lainnya yang belum terselesaikan dengan pihak-pihak pendukung acara. Hal menarik dari batalnya Konser “One Nation Concern” yang tidak terlaksana sepenuhnya adalah kurang profesionalnya pihak pelaksana. Sehingga banyak orang yang menganggap bahwa pembatalan konser ini akibat adanya syariat Islam yang didesak oleh berbagai pihak ormas Islam. Memang secara syariah, hiburan dalam kontek umum dalam Islam ada batasnya, terlebih lagi untuk penonton seperti kasus konser tersebut maupun konser lainnya yang memisahkan antara penonton laki-laki dan perempuan. Sehingga tidak timbul pelanggaran syariah seperti yang tidak diharapkan. Secara hakiki, kita sebagai manusia hanya sebatas melaksanakan aturan yang ada untuk menghindari pelanggaran seperti yang dilakukan oleh pihak MPU dalam acara konser tersebut. Namun, tidaklah menjamin aturan yang sudah ada bisa berbuah pelanggaran.

Acara yang memang sangat rawan kasus pelanggaran syariah seperti konser ini tetap saja tidak terbendung atas berbagai tindakan yang terjadi dilapangan. Contohnya saja pada malam konser pertama dari hasil pantauan berbagai pihak ormas menemukan berbagai pelanggaran yang sudah menyalahi aturan, walaupun penonton dibatasi dengan hijab antara laki-laki dan perempuan tetap saja ada penonton yang nyerembet masuk ke batas yang telah ditentukan baik laki-laki maupun perempuan. Secara akal sehat hal seperti itu dilakukan memang bukan kebetulan saja, namun niat dari sebagian penonton sendiri yang ingin berbaur. Disinilah perannya kita sebagai masyarakat Aceh yang masih kurangnnya nilai iman dan moral yang semakin hari mulai terkikis terlebih bagi para remaja dan kaum muda mudi. Walaupun masa depan bangsa Aceh pada para mereka pemuda, tetapi bila hal sakral seperti ini dianggap biasa terjadi sah-sah saja, maka bersiaplah kita hancur dari bumi Allah ini. Apalagi tsunami yang menjadi peringatan tidak lagi menjadi landasan untuk bisa kita berpikir dari hikmah dibaliknya, apalagi yang ingin kita terima dari musibah yang akan Allah berikan.

Sebenarnya dari pengamatan kita sehari-hari dimasyarakat Aceh pasca tsunami, nilai-nilai moral yang ada semakin hari terus berkurang bukan sebaliknya. Banda Aceh yang menjadi ibukota propinsi Serambi Mekkah menjadi kelalapan dalam memberikan contoh untuk daerah-daerah lainnya dalam penerapan Syariat Islam. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan dalam masalah hiburan yang terjadi baru-baru ini, sehingga tidak ada pihak yang ikut dirugikan baik secara materi maupun fisik dan juga menjaga nama baik daerah. Inilah PR bersama untuk kita bisa terus benahi, khususnya untuk hiburan seperti konser ini paling tidak bagi pihak penyelenggara telah menyiapkan semua persiapan dengan begitu baiknya dan matang mulai dari tempat, rekomendasi, aturan yang jelas serta kerjasama dengan pihak setempat untuk konsilidasi atas baik tidaknya sebuah acara dilaksanakan. Dari saya penulis menghimbau untuk para-para event organizer atau panitia pelaksana khususnya hiburan konser untuk kedepannya bisa memperhitungkan waktu pelaksanaannya, jangan begitu terpaku di malam hari, karena pengawasan akan sedikit terhalang. Dan juga agar lebih terhindar dari proses pelanggaran syariah, ada baiknya juga acara seperti konser ini tidak dilaksanakan ditempat-tempat arena terbuka, carilah tempat-tempat tertutup seperti indoor/gedung serbaguna sehingga pengawasan yang ada bisa termonitor secara baik dari berbagai pihak baik panitia maupun yang ikut serta dalam pelaksanaan.

Dan diakhir penutup ini penulis kembali mengingatkan semua pihak ormas Islam dan instansi/dinas yang terkait ikut menjaga baik pontesi yang ada dari Syariat Islam di Aceh, kalau memang acara hiburan seperti konser diatas tidak layak untuk urgensi pendukung syariat Islam, kalau perlu ditiadakan, tiadakan saja. Tapi satu hal harus benar-benar dikaji dan dimusyawarahkan secara bersama. Masih banyak kok acara hiburan yang bisa membangkitkan nilai-nilai Islami bukan hanya sebatas hura-hura kesenangan saja.

Sabtu, 01 September 2007

Syariat Islam Penghalang Hiburan
1 September, 2007
by SAMAN UI



Oleh : Aulia Fitri | Ketua Umum Silaturrahmi Mahasiswa Nanggroe Aceh Darussalam Universitas Indonesia (SAMAN UI) Periode 2006/2007, Universitas Indonesia – Depok.

Syariat Islam dan hiburan yang baru-baru belakangan ini menjadi ironi tersendiri dalam masyarakat Serambi Mekkah. Berbagai media baik cetak dan elektronik sempat mengangkat berita atas pembatalannya konser group band papas atas dalam belantika musik Indonesia yakni Nidji di Banda Aceh beberapa minggu yang lalu. Kejadian yang sudah cukup sekian kali terjadi ini, menjadi opini dan buah mulut dalam masyarakat Banda Aceh atas tidak terlaksana acara konser tersebut secara penuh. Banyak dari penonton pada acara konser Nidji yang kecewa saat mengetahui konser tersebut dibatalkan maupun berbagai pihak lainnya, yang menganggap Syariat Islam penghalang untuk menikmati hiburan.

Mencoba melihat kebiasaan yang ada di masyarakat Aceh setelah diberlakukannya Syariat Islam pertama di Indonesia, dari berbagai sudut pandang sebagain kecil memang sudah begitu terlaksana dan diterapkan. Apakah sisi-sisi lainnya masih tetap seperti semula sebelum adanya penerapan syariat Islam?. Hal ini masih menjadi pertimbangan semua kalangan yang menurut masyarakat Aceh sendiri Syariat Islam masih baru terlaksana hanya untuk batas-batas tertentu saja, ya seperti contoh kecil menutup aurat (jilbab), pakaian ketat, khalwat (mesum), dan contoh-contoh lainnya yang dianggap sepele. Namun, untuk masalah-masalah seperti korupsi para pejabat, perampokan yang ada, dan lain sebagainya masih sangat minim dalam penerapan aplikatifnya. Dengan istilah menyentil dari pandangan masyarakat “orang kecil yang nyuri ditanggap plus dicambuk di depan khalayak ramai, toh yang besar-besar korupsi berjuta-juta sampai ber M-M malah hidup enak”. Mungkin itu sebagian besar dari pendapat yang bisa kita temukan dalam masyarakat Aceh setelah adanya penerapan Syariat Islam.

Lalu apa yang dilakukan oleh pihak khususnya Dinas Syariat Islam dalam menangani berbagai pandangan ini, sebenarnya sangat simpel bila kita lihat dari segi peraturan yang berlaku. Yakni Dinas Syariat Islam melaksanakan atau melakukan penerapan sesuai dengan Qanun berlaku yang telah dibuat sedemikian rupa yang secara khusus menerangkan hal-hal dan perkara yang ada dan dilaksanakan secara Islami atau syar’i demi terbentuknya masyarakat Islam yang kaffah, walaupun penerapannya dilapangan masih tersendat-sendat. Hal-hal yang menyangkut sebagai pelaku atau penggerak (WH) dalam Syariat Islam ini pun tidak begitu familiar dengan masyarakat Aceh sendiri. Karena berbagai kasus yang ada di masyarakat tidak sedikit polisi syariat yang dikenal Wilayatul Hisbah (WH) itu sendiri menjadi sasaran objek yang melakukan pelanggaran, sehingga sempat timbul sebuah seruan yang mana dari masyarakat sendiri untuk mengangkat polisi syariat atau WH tersebut harus orang-orang yang sudah berkeluarga sehingga pelanggaran yang dilakukan seperti mesum terjauhi.

Memang hal-hal seperti ini bukanlah sesuatu yang bisa menggambarkan bagaimana penerapan syariat Islam itu tersendiri bisa terlaksana dengan baik, toh orang-orang yang menerapkannya sendiri masih melanggar. Kembali lagi apa yang menjadi inti dari topik ini yaitu Syariat Islam penghalang untuk sarana hiburan. Ada sebuah kata yang terlontar dari seorang cewek yang gagal untuk menyaksikan konser Nidji tanggal 25 – 26 Agustus yang lalu seperti yang penulis kutip pada portal hinamagazine.com “Capeek deh!!!…Cuma gara-gara Syariat Islam kita ngak bisa lagi nonton konser di Aceh”.

Dari sisi ini penulis melihat bahwa formalitas dari sebuah acara yang bersifat hiburan rata-rata yang menjadi audien di Aceh secara umum adalah para remaja dan anak muda-mudi. Secara khusus yang bisa terlihat saat-saat ini untuk skala pelanggaran kecil menyangkut penerapan syariat Islam tidak lain adalah kalangan remaja, pelajar dan mahasiswa. Disini kita mencoba membatasi untuk melihat lingkup para oknum yang sering terlibat, bukannya tidak melihat mereka-mereka yang melakukan pelanggaran-pelanggaran besar seperti kasus-kasus korupsi, pencurian, perampokan dan sebagainya. Namun ini semata sebagai fokus untuk bersama-sama bisa kita lakukan perubahan setidaknya dari diri pribadi maupun masyarakat sekitar. Dari kalimat nada kecewa diatas, sangat terlihat bahwa antusiasme para penonton untuk menikmati hiburan lebur begitu saja setelah mengetahui bahwa gara-gara Syariat Islam, keinginannya tidak kecapaian.

Dari berita yang kita dapat memang banyak berbagai protes keras keluar dari sejumlah ormas Islam yang ada di Aceh yang mendesak untuk menghentikan proses konser yang bertemakan “One Nation Concern” tersebut yang dilaksanakan oleh pihak Bunga Even Management. Disini memang sangat terlihat peran dari Majelis Permusyawaratan Ulama khususnya di Banda Aceh, yang terpaksa mencabut surat izin rekomendasi yang dianggap bisa menimbulkan pelanggaran syariah bila acara konser ini berlanjut. Dan sangat disayangkan pula pihak panitia pelaksana sebenarnya telah banyak juga menyalahi aturan dengan berbagai pihak dalam pelaksanaan acara konser tersebut mulai dari kontrak hingga sampai biaya lainnya yang belum terselesaikan dengan pihak-pihak pendukung acara. Hal menarik dari batalnya Konser “One Nation Concern” yang tidak terlaksana sepenuhnya adalah kurang profesionalnya pihak pelaksana. Sehingga banyak orang yang menganggap bahwa pembatalan konser ini akibat adanya syariat Islam yang didesak oleh berbagai pihak ormas Islam. Memang secara syariah, hiburan dalam kontek umum dalam Islam ada batasnya, terlebih lagi untuk penonton seperti kasus konser tersebut maupun konser lainnya yang memisahkan antara penonton laki-laki dan perempuan. Sehingga tidak timbul pelanggaran syariah seperti yang tidak diharapkan. Secara hakiki, kita sebagai manusia hanya sebatas melaksanakan aturan yang ada untuk menghindari pelanggaran seperti yang dilakukan oleh pihak MPU dalam acara konser tersebut. Namun, tidaklah menjamin aturan yang sudah ada bisa berbuah pelanggaran.

Acara yang memang sangat rawan kasus pelanggaran syariah seperti konser ini tetap saja tidak terbendung atas berbagai tindakan yang terjadi dilapangan. Contohnya saja pada malam konser pertama dari hasil pantauan berbagai pihak ormas menemukan berbagai pelanggaran yang sudah menyalahi aturan, walaupun penonton dibatasi dengan hijab antara laki-laki dan perempuan tetap saja ada penonton yang nyerembet masuk ke batas yang telah ditentukan baik laki-laki maupun perempuan. Secara akal sehat hal seperti itu dilakukan memang bukan kebetulan saja, namun niat dari sebagian penonton sendiri yang ingin berbaur. Disinilah perannya kita sebagai masyarakat Aceh yang masih kurangnnya nilai iman dan moral yang semakin hari mulai terkikis terlebih bagi para remaja dan kaum muda mudi. Walaupun masa depan bangsa Aceh pada para mereka pemuda, tetapi bila hal sakral seperti ini dianggap biasa terjadi sah-sah saja, maka bersiaplah kita hancur dari bumi Allah ini. Apalagi tsunami yang menjadi peringatan tidak lagi menjadi landasan untuk bisa kita berpikir dari hikmah dibaliknya, apalagi yang ingin kita terima dari musibah yang akan Allah berikan.

Sebenarnya dari pengamatan kita sehari-hari dimasyarakat Aceh pasca tsunami, nilai-nilai moral yang ada semakin hari terus berkurang bukan sebaliknya. Banda Aceh yang menjadi ibukota propinsi Serambi Mekkah menjadi kelalapan dalam memberikan contoh untuk daerah-daerah lainnya dalam penerapan Syariat Islam. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan dalam masalah hiburan yang terjadi baru-baru ini, sehingga tidak ada pihak yang ikut dirugikan baik secara materi maupun fisik dan juga menjaga nama baik daerah. Inilah PR bersama untuk kita bisa terus benahi, khususnya untuk hiburan seperti konser ini paling tidak bagi pihak penyelenggara telah menyiapkan semua persiapan dengan begitu baiknya dan matang mulai dari tempat, rekomendasi, aturan yang jelas serta kerjasama dengan pihak setempat untuk konsilidasi atas baik tidaknya sebuah acara dilaksanakan. Dari saya penulis menghimbau untuk para-para event organizer atau panitia pelaksana khususnya hiburan konser untuk kedepannya bisa memperhitungkan waktu pelaksanaannya, jangan begitu terpaku di malam hari, karena pengawasan akan sedikit terhalang. Dan juga agar lebih terhindar dari proses pelanggaran syariah, ada baiknya juga acara seperti konser ini tidak dilaksanakan ditempat-tempat arena terbuka, carilah tempat-tempat tertutup seperti indoor/gedung serbaguna sehingga pengawasan yang ada bisa termonitor secara baik dari berbagai pihak baik panitia maupun yang ikut serta dalam pelaksanaan.

Dan diakhir penutup ini penulis kembali mengingatkan semua pihak ormas Islam dan instansi/dinas yang terkait ikut menjaga baik pontesi yang ada dari Syariat Islam di Aceh, kalau memang acara hiburan seperti konser diatas tidak layak untuk urgensi pendukung syariat Islam, kalau perlu ditiadakan, tiadakan saja. Tapi satu hal harus benar-benar dikaji dan dimusyawarahkan secara bersama. Masih banyak kok acara hiburan yang bisa membangkitkan nilai-nilai Islami bukan hanya sebatas hura-hura kesenangan saja.

Rabu, 29 Agustus 2007

Rebecca Sakit Hati Manggung di Aceh

by santri gagal » Wed Aug 29, 2007 6:42 am
Rebecca Sakit Hati Manggung di Aceh
http://www.m3-access.com/lifestyle/music/822432.html



Insiden selendang jatuh di Aceh membuat Rebecca shock. Pengalaman pertamanya manggung di Aceh pun meninggalkan rasa sakit hati dan kecewa.

Dituturkan Rebecca 25 Agustus 2007 lalu, ia diundang sebuah event organizer untuk tampil di Aceh. Selain Becca -demikian ia biasa disapa- juga ada Nidji dan beberapa band lain. Becca pun mematuhi aturan di Aceh, tampil dengan kepala bertutupkan selendang. Namun aksinya di Lapangan PKA Banda Aceh ternodai sebuah insiden.

"Waktu manggung ada yang protes. Kita nggak boleh manggung karena selendang aku waktu itu jatuh ketiup angin," ungkap Becca dalam jumpa pers di Night Light, Jl Kemang Selatan, Jakarta Selatan, Senin (27/8/2007) malam.

Di atas panggung Becca sempat membawakan lima lagu. Sebelum akhirnya aksi protes berlanjut ke hotel tempat ia menginap. "Sebenarnya bukan diteror cuma ada beberapa masyarakat yang protes. Mereka minta aku nggak manggung. Alasannya mungkin karena aku non Islam," aku dara kelahiran 21 Februari 1985 itu.

Atas alasan kemanan, pihak manajemen Becca pun memulangkannya ke Jakarta. Pihak event organizer yang mengundangnya tampil di Aceh pun lepas tanggungjawab. "Aku shock banget. Aku sakit hati kita bayarin semua. Kita banyak pengeluaran. Kecewa karena aku bayar banyak. Kaya aku kerja tiap hari orang ngambil gitu aja hasil kerja keras aku," tukasnya dengan nada emosi.

Hal serupa juga dialami oleh grup 'Nidji'. Menurut Becca, keesokan harinya Nidji tak diperbolehkan naik panggung. Alasannya, pria dan perempuan berbaur jadi satu di konser tersebut.

Selasa, 28 Agustus 2007

Izin Konser Nidji di Banda Aceh Dicabut

Personil Band Nidji




Headline News / Nusantara / Selasa, 28 Agustus 2007 04:04 WIB

Metrotvnews.com, Banda Aceh: Sejumlah personel group band Nidji dan beberapa orang kru harus menginap di Kantor Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Banda Aceh untuk memohon perlindungan keamanan. Mereka berlindung di kantor polisi untuk menghindari terjadinya aksi anarkis setelah konser group band tersebut gagal digelar.

Group band Nidji sedianya akan menggelar konser musik di Taman Sri Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. Sekitar 3.000 tiket bahkan telah habis terjual. Namun, izin konser Nidji akhirnya dicabut Majelis Perwakilan Ulama atas desakan sejumlah ormas Islam, seperti Himpunan Mahasiswa Islam, Pelajar Islam Indonesia dan Badan Anti Maksiat.

Ketua Majelis Ulama Kota Banda Aceh Tengku Bardad menyatakan, pencabutan izin konser Nidji dilakukan untuk menghindari terjadinya bentrokan antarwarga di lokasi konser. Sebab, sejumlah ormas yang mengecam penyelenggaraan konser tersebut telah mengancam akan membubarkan paksa pelaksanaan konser jika konser tetap diadakan.(DOR)

Minggu, 26 Agustus 2007

Konser Nidji di NAD Dinilai Langgar Syariat Islam

Banda Aceh, 28 Agustus 2007 08:46
Badan Anti Maksiat (BAM) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) meminta Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh segera mengevaluasi rekomendasinya terhadap penyelenggaraan konser Nidji di daerah itu.

"Kami minta MPU segera mengevaluasi rekomendasi konser Nidji di Banda Aceh yang tidak sesuai dengan syariat Islam," kata ketua BAM NAD Fakhruddin Bin Asyimi di Banda Aceh, beberapa waktu lalu.

Menurut dia, konser Nidji yang diselenggarakan 25-26 Agustus 2007 di Taman Ratu Safiatuddin itu dinilai sangat rawan akan terjadinya berbagai pelanggaran dan bertentangan dengan syariat Islam.

"Rekomendasi untuk penyelenggaraan konser Nidji di Banda Aceh adalah sebuah kesalahan terbesar dan sangat memalukan serta mencoreng nilai-nilai syariat Islam yang selama ini diterapkan semua elemen masyarakat di Aceh," tegasnya.

Dalam penyelenggaraan konser, katanya, banyak ditemukan berbagai pelanggaran antara lain pencampuran tempat duduk antara laki-laki dan perempuan, busana yang tidak Islami serta adanya pengunjung yang berciuman di area konser.

"Kami minta panitia pelaksanaan konser Nidji segera membubarkan acara tersebut, sehingga berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran syariat dapat dihindari," ujarnya.

Untuk itu, katanya, BAM nantinya akan melakukan koordinasi dengan Poltabes, Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga nilai-nilai Syariat Islam di Aceh tetap terjaga dengan baik. [EL, Ant]

Sabtu, 25 Agustus 2007

Nidji Menginap Di Poltabes Banda Aceh.

Grup band Nidji Minggu malam 26 Agustus terpaksa menginap di Poltabes Banda Aceh, terkait dilarangnya konser yang sedianya digelar di Komplek Taman Ratu Syafiatudin, Banda Aceh.

Berdasarkan informasi dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) ormas-ormas Islam, seperti Dinas Syariat Islam, FPI, HMI, Badan Anti Maksiat (BAM), dan PII, pihak organisasi masyarakat ini meminta agar izin konser dicabut. Hal ini di nilai karena tidak ada pemisahan lelaki dan perempuan, yang dikhawatirkan akan memicu terjadinya tindakan mesum. Demikian dikatakan Fakhruddin, ketua Badan Anti Maksiat.

“Sebagaimana permintaan Ormas-ormas Islam, bahwasanya kita menolak kegiatan-kegiatan seperti itu, jelas itu bermaksiat, apalagi saat ini kita mau menyambut bulan suci Ramadhan,. Tidak hanya Nidji, tapi juga Konser Too Phat yang diadakan di Taman Budaya, kita juga tidak setuju dengan hal itu yang didukung oleh Ulama-Ulama, Santri Dayah, itu semua menolak, bahkan mengecam dan mengutuk aksi seperti ini”, ungkap nya kepada Redaksi Nikoya FM Senin (27/08).

Sementara pihak Panitia Pelaksana Bunga Entertainment, Dian mengaku akan mengajukan gugatan kepada Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) yang mencabut izin konser secara sepihak, setelah memberikan izin sebelumnya. Dian mengaku jauh-hari sudah mengajukan rekomendasi izin kepada pihak terkait dan sudah mendapatkan persetujuan. Akan tetapi pihak MPU kembali mencabut izin tersebut.

“Masyarakat juga kecewa, karena kita sudah prepare, sudah wawancara, dan mereka sudah melihat bahwa ada Nidji di sini, saya pegang izin, saya mengurus izin dua minggu sebelum acara. Saya urus semua izin semua dari Kelurahan, dari Kecamatan, dari Polsek, Poltabes, jadi yang saya sesalkan disini hanya keadilan”, jelasnya dengan wajah penuh kekecewaan.

Bunga Entertainment akan mengajukan gugatan terkait pencabutan izin mendadak ini. Menurut jadwal, personil Band Nidji yang sudah tiba sejak hari Sabtu 25 Agustus lalu, dijadwalkan tampil Minggu malam 26 agustus. Namun karena dibatalkan dan khawatir dengan amukan massa, maka Grup Band Nidji, dan Bunga Entertainment meminta perlindungan ke Poltabes Banda Aceh.(Deni Zulfikar)

BAM Aceh Minta MPU Evaluasi Rekomendasi Konser Nidji

Banda Aceh (ANTARA News) - Badan Anti Maksiat (BAM) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) meminta Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh segera mengevaluasi rekomendasinya terhadap penyelenggaraan konser Nidji di daerah itu.

"Kami minta MPU segera mengevaluasi rekomendasi konser Nidji di Banda Aceh yang tidak sesuai dengan syariat Islam," kata ketua BAM NAD Fakhruddin Bin Asyimi di Banda Aceh, Minggu.

Menurut dia, konser Nidji yang diselenggarakan 25-26 Agustus 2007 di Taman Ratu Safiatuddin itu dinilai sangat rawan akan terjadinya berbagai pelanggaran dan bertentangan dengan syariat Islam.

"Rekomendasi untuk penyelenggaraan konser Nidji di Banda Aceh adalah sebuah kesalahan terbesar dan sangat memalukan serta mencoreng nilai-nilai syariat Islam yang selama ini diterapkan semua elemen masyarakat di Aceh," tegasnya.

Dalam penyelenggaraan konser, katanya, banyak ditemukan berbagai pelanggaran antara lain pencampuran tempat duduk antara laki-laki dan perempuan, busana yang tidak Islami serta adanya pengunjung yang berciuman di area konser.

"Kami minta panitia pelaksanaan konser Nidji segera membubarkan acara tersebut, sehingga berbagai kemungkinan terjadinya pelanggaran syariat dapat dihindari," ujarnya.

Untuk itu, katanya, BAM nantinya akan melakukan koordinasi dengan Poltabes, Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga nilai-nilai Syariat Islam di Aceh tetap terjaga dengan baik. (*)

Editor: Priyambodo RH

Senin, 23 April 2007

Awasi Situs2 Provokatif

Jgn kuatir bung Sie Kanchil..partai2 Islam spt PKS,PPP & PBB cuma mimpi kalo
bisa mengalahkan raksasa kaum Nasionalis spt Golkar,PDI-P,PARTAI DEMOKRAT
dll..harusnya mrk sadar,udah ga laku jualan ideologi Islam pd rakyat indonesia
yg semakin cerdas..sebenarnya Irwandi Yusuf,Gubernur Aceh dari GAM bisa menolak
Syariat Islam di wilayahnya krn GAM sendiri bukanlah gerakan aceh merdeka yg
islami tp demokratis..syariat islam cuma akal2an Pemerintah Pusat agar rakyat
aceh tdk berpindah ke lain hati (GAM).

-----Original Mail-----
From: Sie Kanchil
Sent: Monday, 23rd April 2007 8:57 am
To: media Care; HKSIS; [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [mediacare] Re: Aceh: Wisata ke pantai, wajib bawa buku nikah

Hukum Syariah yang kebablasan diberlakukan di NAD harus secepatnya dianulir.
Tapi yang bisa hentikan hanya pemerintah dan DPR RI yang lain sama sekali.
SBY-JK tidak akan berani, DPR RI yang dikuasai mereka dan partai-partai gurem
spt PBB, PPP juga tidak akan mau. Sontoloyo nya, hukum syariah itu malah bisa
merangkak ke propinsi-propinsi lain, lalu akan merepotkan negara ini seluruhnya.

Jadi kita semua kudu hati-hati. Kalau Jakarta dikuasai gubernur pilihan PKS dan
DPRD yang didominasi oleh PKS dkk ya kita akan ke Ancol atau mungkin ke mal
atau resto harus bawa surat nikah. Apalagi kalau lewat jam 7 malam. Bisa
busyeett kan?

Bung STEAL HEART, kalau gak bisa dibendung merangkaknya hukum aneh ini, pasti
bakalan banyak orang yang Brokenhearted!

sk

STEAL HEART <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Polisi maksiat malah ketangkat lg berbuat maksiat..itulah yg namanya menegakkan
Hukum Syariah = Munafik

-----Original Mail-----
From: radityo djadjoeri
Sent: Sunday, 22nd April 2007 5:11 am
To: [EMAIL PROTECTED]; [EMAIL PROTECTED]
Subject: [nasional-list] Aceh: Wisata ke pantai, wajib bawa buku nikah

Berikut contoh kasus di Aceh yang menurut saya terlalu mengada-ada. Bagaimana
pariwisata Indonesia akan bangkit kalau begini jadinya? Walau kejadiannya di
Aceh, namun akan berdampak luas pada performa Indonesia secara keseluruhan.
Belum lagi kejadian baru-baru ini tentang berita tertangkapnya polisi maksiat
di Aceh yang kepergok sedang berbuat mesum. Bagaimana bisa mewakili Tuhan kalau
akhirnya berbuat nyeleweng seperti itu?



-------------------------------------------------------
Oleh
Murizal Hamzah

Banda Aceh-Anda ingin piknik ke Pantai Lhok Nga, Aceh Besar? Mulai bulan depan,
pasangan suami-istri wajib membawa buku nikah untuk menikmati deburan ombak di
sana. Pasalnya, berdasarkan hasil musyawarah masyarakat Lhok Nga bersama
organisasi masyarakat Islam, pemuda dan Muspika, pengunjung pantai wisata
diminta memperlihatkan buku nikah.

”Peraturan ini kami berlakukan untuk menjaga kawasan pantai dari berbagai
maksiat. Jika tidak ada buku nikah, kami minta pasangan itu pulang saja,” kata
Fahruddin, Ketua Badan Anti Maksiat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),
kepada SH, Selasa (27/3).

Fahruddin menyebutkan, peraturan ini mulai berlaku pertengahan April 2007 dan
sekarang masih tahap sosialisasi kepada warga yang memasuki kawasan pantai
berpasir putih ini. Kegiatan sosialisasi seperti membagi brosur ini melibatkan
sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, antara lain Pelajar Islam
Indonesia, Hizbut Tahrir Indonesia, Ikatan Remaja Masjid Muhammadiyah, Pemuda
Lhoong Raya, Badan Anti Maksiat Provinsi Aceh, personel Wilayatul Hisbah
(Polisi Syariat) Provinsi Aceh, dan unsur pemerintah.

Ketika ditanya sanksi yang diberikan kepada warga yang tidak membawa buku nikah
memasuki pantai ini, Fahruddin menyatakan hingga kini hanya diberikan sanksi
adat. ”Jika pelanggaran ringan, maka diberikan nasihat. Jika berat, warga
dibawa ke kantor desa untuk diproses. Kalau memungkinkan didenda,” jawab
Fahruddin.

Selain memantau pengunjung yang bukan muhrim dilarang memasuki pantai yang
berjarak 17 kilometer dari Kota Banda Aceh ini, pihaknya juga mengimbau
pengunjung agar memakai busana islami bagi umat muslim ketika memasuki pantai
dan dilarang berkhalwat (berdua-dua dengan yang bukan muhrim-red). ”Pemerintah
Aceh dapat memberikan dukungan untuk mengawasi pantai dari pengunjung yang
tidak mencerminkan syariat Islam,” tuturnya.

Terlalu Berlebihan

Nina, warga sipil Banda Aceh yang diminta tanggapan terhadap pemeriksaan buku
nikah kepada pengunjung dan melarang pemuda-pemudi yang belum menikah menikmati
keindahan pantai Lhoknga ini, menyatakan peraturan ini terlalu berlebihan.

Karyawan hotel ini menyatakan warga pergi ke Lhoknga untuk berenang atau
menikmati keindahan pantai, jadi jangan langsung dianggap berbuat maksiat.
”Jika warga biasa diminta menunjukkan buku nikah, bagaimana dengan anggota TNI
dan Polri, apa mereka berani minta buku nikah juga kepada anggota TNI dan
Polri?” Nina bertanya balik kepada SH, Rabu (28/3). n



Copyright © Sinar Harapan 2003

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0703/29/nus05.html

Selasa, 09 Januari 2007

Badan Anti Maksiat (sesama Setan) sumber :http://www.acehforum.or.id/showthread.php/8351

Bagi orang orang yang merasa dirinya benar,,,,,
kenapa selalu menunjuk diri orang ,sedangkan menunjuk diri sendiri aja belum beres

Sampai dimana ilmu kalian jika music itu haram?
kalian memang ahli surga,,tapi biarkan kami yang calon neraka
mencari makan tanpa merugikan orang lain

Andai music itu haram ,dan kalian anggap kami ini maksiat,,,tanggung jawab lah secara islam,,secara ilmu kalian ,kemana orang2 yang mencari rezeki di jalur ini
,,Kalian tidak memikirkan perut kami,,,kami hargai mucik,,,kami tidak pernah merugikan orang lian

Wahai kaum yang merasa dirinya benar????biarkan kami masuk neraka asal kami bisa menyenangkan orang dan kami tidak pernah merugikan orang lain dengan kejahatan kami

Kalian selalu benar tapi kebenaran kalian itu brutal,,,hanya memtuskan kepentingan golongan dan individu kalian sendiri,,,membuat sebuah lembaga dan merasa sok jago merasa kalian itu benar,,,sementara ada sekelompok pihak yang tertekan dan kelaparan akibat kebenaran kalian,,,ASAL KALIAN TAHU ACEH INI TERKORUP DI INDONESIA,,DAN DEPARTEMEN YANG PALING KORUP ITU ADALAH DEPARTEMEN AGAMA,,,,,,PANTAS KALIAN MERASA BENAR,,MERASA DIRINYA PUNYA SURGA,,,DAN SELALU MENGANGGAP KAMI ADALAH MAKSIAT,,,,,,,COBA KALIAN RENUNGKAN KENAPA ALIF ITU TEGAK,
ISLAM ITU TIDAK PERNAH MENGEKANG,,,ISLAM ITU MEMPERMUDAH............dan tidak ada paksaan dalam islam
SURAT BUAT ORANG YANG MERASA DIRINYA BENAR,

KAMI AKAN TETAP MENGHARGAI SYARIAT ISLAM,,,TOLONG HARGAI KAMI
WALAUPUN DENAGN SEDIKIT LUDAH KALIAN

DAN KAMI ORANG YANG SALAH,,,DAN SELALU AKAN SALAH KARENA CINTA KAMI AKAN ISLAM SERTA HAK KEBEBASAN BERFIKIR ISLAM